Geliat kegairahan
beribadah umat Islam di Indonesia pasca era reformasi menyisakah beberapa
persoalan kecil di level akar rumput yang harus disikapi dengan arif dan
bijaksana. Sebab persoalan akar rumput kadang menimbulkan luka di masyarakat yang
sulit disembuhkan. Salah satunya adalah “
Bolehkah Saling Bersalaman Usai Sholat?”. Jika kita tengok kebelakang,
sebagian besar umat Islam di Indonesia yang tinggal di pedesaan dan kota-kota
kecil, sudah lazim jika usai sholat fardhu
maupun sunnah mereka saling bersalaman satu sama lainnya. Sehabis salam kedua
tahiyat akhir mereka biasanya mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan jamaah
di sebelah kanan, kiri, depan dan belakang. Saat bersalaman biasanya diikuti
dengan raut muka segar dan senyum mengembang di bibir. Sehingga mengalirkan
suasana saling mengenal dan saling menghormati satu sama lain. Tidak masalah
jika kita belum kenal dengan jamaah lain. Tak pelak efek bersalaman ini
melahirkan kondisi batiniah jamaah yang bersahabat dan tidak saling memusuhi serta
tumbuhnya respek antar jamaah satu dengan lainnya.
Seiring dengan masuknya beberapa paham dari
luar ke Indonesia, seringkali menimbulkan gesekan karena tidak sedikit dari
mereka yang “tidak mau diajak bersalaman”
dengan alasan bid’ah. Pertama kali saya mengalaminya ketika seusai sholat
maghrib, seperti biasa saya mengulurkan tangan ke jamaah di kanan dan kiri. Ada
jamaah yang “keukeuh” tidak mau bersalaman. Wah,…..kenapa? Apa yang salah…? Pengalaman
ini saya pendam dalam hati, sambil introspeksi diri pasti ada brain washing
mengenai masalah bersalaman ini. Pengalaman kedua ketika saya pulang kampung dan
sholat jum’at di salah satu mesjid di Jawa Barat. Ternyata di mesjid tersebut
hampir semua jamaah tidak bersalaman saat selesai sholat jum’at. Melihat
situasi yang tidak biasa ini saya “berkompromi” untuk tidak bersalaman,
walaupun terasa janggal. Kedua pengalaman ini saya ceritakan ke teman-teman
kantor maupun pengajian. Tidak sedikit dari mereka yang prihatin dan protes
karena bisa menimbulkan keresahan umat. Karena ada sebagian dari jamaah ingin
agar “tradisi salaman” dihilangkan sama sekali karena bid’ah tetapi banyak pula
diantara jamaah lainnya yang ingin tetap membudaya karena korelasi positif
dengan habluminannas. Jamaah yang menolak salaman terkesan militant tanpa
mengindahkan kemungkinan runtuhnya ikatan ukhuwah yang sudah dibangun
bertahun-tahun dan pecahnya persatuan umat Islam.
Mari kita lihat pendapat
para ulama dan Lembaga Fatwa terpercaya agar kita bijak dalam menyikapi masalah
yang sensitive ini . Lembaga Fatwa (Dar at-Ifta) Mesir menyatakan hukum saling berjabat
tangan setelah sholat diperbolehkan dan memiliki landasan yang kuat. Bahkan,
sangat dianjurkan. Anjuran ini masuk dalam kategori kesunatan bersalaman antar sesama
muslim. Ini sesuai hadist riwayat Abu Dawud dari al-Barra’ Azib. Hadis ini
menyebutkan, jika kedua muslim bertemu lalu saling berjabat tangan, memuji dan
meminta ampun Alloh SWT, maka niscaya Dia akan mengampuni keduanya. Keputusan ini
merujuk pada pendapat para salaf. Imam an Nawawi, misalnya dalam kitab al-Majmu’,
ulama bermazhab Syafii menegaskan, memang untuk konteks salaman seusai sholat
belum ada dasar yang jelas, tetapi tidak masalah dalam pelaksanaannya. Karena mengacu
pada landasan asal bersalaman yaitu sunnah. Imam Izzudin bin Salam berpendapat
bersalaman seusai sholat Shubuh dan Ashar atau sholat tertentu adalah bid’ah
yang diperbolehkan. Lembaga ini juga menganjurkan agar tidak menganggap
bersalaman sebagai kesempurnaan sholat.
Di akhir ketetapan,
Dar al-Ifta menghimbau agar umat Islam menjaga etika perbedaaan. Berbeda
pendapat boleh tetapi tetap saling menghargai. Menolak tawaran berjabat tangan
bisa memicu rasa benci dan ketegangan antar jamaah. Dan ketahuilah menumbuhkan
rasa cinta satu sama lain jauh lebih baik daripada memancing emosi dan
sentiman.
Pendapat Mazhab
Maliki, Lembaga Wakaf dan Urusan Islam Uni Emirat Arab menyatakan hukum berjabat
tangan seusai sholat adalah makruh seperti disampaikan oleh Imam al-Khuttab
al-Maliki. Namun lembaga ini mengatakan aktivitas ini boleh dilakukan. Ulama
lain seperti Imam as-Syarbini juga memperbolehkan seperti dalam kitab Mughni al
Muhtaj. Darul Fatwa, lembaga fatwa umat Islam Australia juga memperbolehkan
bersalaman. Sedangkan Komite Kajian Tetap dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi
berpendapat bahwa bersalaman seusai sholat tidak pernah diajarkan oleh
Rosululloh, sehingga semestinya ditinggalkan. Lembaga ini berpendapat bahwa
aktivitas seusai sholat adalah berzikir. Anjuran bersalaman berlaku saat
pertemuan antar sesame muslim.
Dengan uraian di atas,
mari kita sikapi perbedaan ini dengan arif dan bijaksana. Masih banyak hal yang
perlu dipikirkan daripada mempermasalahkan khilafiah seperti ini. Persatuan
umat, dan ukhuwah Islamiah, harus mendapat priortas. Bersalaman seusai sholat
pada kenyataanya memberi manfaat positif
misalnya sesama muslim menjadi saling kenal, mempererat hubungan sesama muslim dan menghilangkan permusuhan. Bersalaman
seusai sholat juga tidak menambah gerakan sholat karena aktivitas ini dilakukan
setelah selesai sholat, jadi tidak membatalkan sholat.
Semoga artikel ini
bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar