Rabu, 27 Februari 2013

Saling Bersalaman Usai Sholat



Geliat kegairahan beribadah umat Islam di Indonesia pasca era reformasi menyisakah beberapa persoalan kecil di level akar rumput yang harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Sebab persoalan akar rumput kadang menimbulkan luka di masyarakat yang sulit disembuhkan. Salah satunya adalah “ Bolehkah Saling Bersalaman Usai Sholat?”. Jika kita tengok kebelakang, sebagian besar umat Islam di Indonesia yang tinggal di pedesaan dan kota-kota kecil, sudah  lazim jika usai sholat fardhu maupun sunnah mereka saling bersalaman satu sama lainnya. Sehabis salam kedua tahiyat akhir mereka biasanya mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan jamaah di sebelah kanan, kiri, depan dan belakang. Saat bersalaman biasanya diikuti dengan raut muka segar dan senyum mengembang di bibir. Sehingga mengalirkan suasana saling mengenal dan saling menghormati satu sama lain. Tidak masalah jika kita belum kenal dengan jamaah lain. Tak pelak efek bersalaman ini melahirkan kondisi batiniah jamaah yang bersahabat dan tidak saling memusuhi serta tumbuhnya respek antar jamaah satu dengan lainnya.  

 Seiring dengan masuknya beberapa paham dari luar ke Indonesia, seringkali menimbulkan gesekan karena tidak sedikit dari mereka yang “tidak mau diajak bersalaman” dengan alasan bid’ah. Pertama kali saya mengalaminya ketika seusai sholat maghrib, seperti biasa saya mengulurkan tangan ke jamaah di kanan dan kiri. Ada jamaah yang “keukeuh” tidak mau bersalaman. Wah,…..kenapa? Apa yang salah…? Pengalaman ini saya pendam dalam hati, sambil introspeksi diri pasti ada brain washing mengenai masalah bersalaman ini. Pengalaman kedua ketika saya pulang kampung dan sholat jum’at di salah satu mesjid di Jawa Barat. Ternyata di mesjid tersebut hampir semua jamaah tidak bersalaman saat selesai sholat jum’at. Melihat situasi yang tidak biasa ini saya “berkompromi” untuk tidak bersalaman, walaupun terasa janggal. Kedua pengalaman ini saya ceritakan ke teman-teman kantor maupun pengajian. Tidak sedikit dari mereka yang prihatin dan protes karena bisa menimbulkan keresahan umat. Karena ada sebagian dari jamaah ingin agar “tradisi salaman” dihilangkan sama sekali karena bid’ah tetapi banyak pula diantara jamaah lainnya yang ingin tetap membudaya karena korelasi positif dengan habluminannas. Jamaah yang menolak salaman terkesan militant tanpa mengindahkan kemungkinan runtuhnya ikatan ukhuwah yang sudah dibangun bertahun-tahun dan pecahnya persatuan umat Islam.

Mari kita lihat pendapat para ulama dan Lembaga Fatwa terpercaya agar kita bijak dalam menyikapi masalah yang sensitive ini . Lembaga Fatwa (Dar at-Ifta) Mesir menyatakan hukum saling berjabat tangan setelah sholat diperbolehkan dan memiliki landasan yang kuat. Bahkan, sangat dianjurkan. Anjuran ini masuk dalam kategori kesunatan bersalaman antar sesama muslim. Ini sesuai hadist riwayat Abu Dawud dari al-Barra’ Azib. Hadis ini menyebutkan, jika kedua muslim bertemu lalu saling berjabat tangan, memuji dan meminta ampun Alloh SWT, maka niscaya Dia akan mengampuni keduanya. Keputusan ini merujuk pada pendapat para salaf. Imam an Nawawi, misalnya dalam kitab al-Majmu’, ulama bermazhab Syafii menegaskan, memang untuk konteks salaman seusai sholat belum ada dasar yang jelas, tetapi tidak masalah dalam pelaksanaannya. Karena mengacu pada landasan asal bersalaman yaitu sunnah. Imam Izzudin bin Salam berpendapat bersalaman seusai sholat Shubuh dan Ashar atau sholat tertentu adalah bid’ah yang diperbolehkan. Lembaga ini juga menganjurkan agar tidak menganggap bersalaman sebagai kesempurnaan sholat.

Di akhir ketetapan, Dar al-Ifta menghimbau agar umat Islam menjaga etika perbedaaan. Berbeda pendapat boleh tetapi tetap saling menghargai. Menolak tawaran berjabat tangan bisa memicu rasa benci dan ketegangan antar jamaah. Dan ketahuilah menumbuhkan rasa cinta satu sama lain jauh lebih baik daripada memancing emosi dan sentiman.

Pendapat Mazhab Maliki, Lembaga Wakaf dan Urusan Islam Uni Emirat Arab menyatakan hukum berjabat tangan seusai sholat adalah makruh seperti disampaikan oleh Imam al-Khuttab al-Maliki. Namun lembaga ini mengatakan aktivitas ini boleh dilakukan. Ulama lain seperti Imam as-Syarbini juga memperbolehkan seperti dalam kitab Mughni al Muhtaj. Darul Fatwa, lembaga fatwa umat Islam Australia juga memperbolehkan bersalaman. Sedangkan Komite Kajian Tetap dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi berpendapat bahwa bersalaman seusai sholat tidak pernah diajarkan oleh Rosululloh, sehingga semestinya ditinggalkan. Lembaga ini berpendapat bahwa aktivitas seusai sholat adalah berzikir. Anjuran bersalaman berlaku saat pertemuan antar sesame muslim.

Dengan uraian di atas, mari kita sikapi perbedaan ini dengan arif dan bijaksana. Masih banyak hal yang perlu dipikirkan daripada mempermasalahkan khilafiah seperti ini. Persatuan umat, dan ukhuwah Islamiah, harus mendapat priortas. Bersalaman seusai sholat pada kenyataanya memberi  manfaat positif misalnya sesama muslim menjadi saling kenal, mempererat hubungan sesama muslim  dan menghilangkan permusuhan. Bersalaman seusai sholat juga tidak menambah gerakan sholat karena aktivitas ini dilakukan setelah selesai sholat, jadi tidak membatalkan sholat.

Semoga artikel ini bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar