Senin, 03 September 2012

Kisah Penuh Hikmah Untuk Ayah


Assalamu’alaikum Wr Wb
Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala,
Waktu terus berjalan, tak terasa menghantarkan kita menjadi orang tua bagi anak-anak kita. Di sisi lain, masih ada orang tua kita yang sudah renta. Kisah di bawah ini menjadi inspirasi bagaimana kita memperlakukan orang tua kita yang sudah renta serta bagaimana kita mendidik anak-anak kita yang masih belia, agar mempunyai akhlak mulia yang sesuai dengan tuntunan agama kita.

Allah berfirman :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al Israa’, 17:24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Q.S Al Israa’, 17:23)
Pembaca yang dicintai Allah Ta’ala, mari kita simak baik-baik kisah di bawah ini.
Disalah satu kompleks perumahan di kota X, hiduplah seorang kakek dengan anak, anak menantu dan cucu yang masih berumur 7 tahun. Kakek tersebut sudah renta dengan tubuh terbungkuk dan kaki yang ringkih. Tangannya rapuh, pengihatannya kabur dan dia sudah pikun.

Keluarga itu punya kebiasaan makan bersama di meja makan. Tapi kakek pikun ini selalu membuat onar dan kegaduhan saat acara makan bersama tiba. Tangannya yang gemetar dan mata yang rabun sering menumpahkan makanan saat menyuap nasi ke dalam mulutnya. Tangannya yang ringkih selalu menumpahkan minuman saat hendak menyorongkan gelas ke dalam mulutnya. Hingga meja makan menjadi kotor dan basah oleh tumpahan air dan nasi yang berceceran. Seketika anak dan menantunya marah dan mengeluarkan omelan kepada sang kakek. Begitu selalu kejadian ini terulang setiap kali mereka makan. Kalau sudah begini, sang kakek hanya diam membisu tanpa perlawanan. “ Kita harus lakukan sesuatu, aku sudah bosan dengan kelakuan kakek ini, ujar sang suami pada suatu ketika.”

Lalu suami dan istri membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di samping itu dia juga membuat mangkok dari batok kelapa untuk sang kakek. Di sana sang kakek akan duduk untuk makan sendirian saat mereka menyantap makanan. Saat mereka asyik menyampap makanan, terdengar suara isak tangis dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari sudut mata sang kakek. Tidak ada protes darinya, hanya saat dia mau menyuap makanan, nasinya selalu ditetesi air mata yang menetes dari pipinya. Teringat dia akan omelan, bentakan dan kemarahan dari anak dan menantunya yang membuat dia sedih. Cucunya yang berumur 7 tahun hanya terdiam memandang peristiwa itu.

Suatu malam, ayahnya mendapati anaknya sedang memainkan mainan kayu di kamarnya. Dengan lembut sang ayah menanyakan kepada anakna : “Nak, kamu sedang membuat apa?”.  Sang anak menjawab dengan lugas:” Aku sedang membuat meja kayu untuk ayah dan ibu untuk makan saat aku sudah besar nanti.Nanti aku letakkan di sudut itu, dekat tempat kakek basa makan”. Anak itu tersenyum sambil melanjutkan mainnya.

Bagai disambar petir di siang bolong, jawaban anak itu membuat orang tuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata apa-apa lagi, dan air matapun mengalir dari membasahi pipinya. Tiada kata-kata yang terucap, tetapi kesadaranya timbul bahwa ada ssuatu yang salah dan harus diperbaiki. Mereka lalu mengajak sang kakek untuk makan dalam meja yang sama.  Tidak ada lagi kemarahan dan omelan saat sang kakek menjatuhkan makanan maupun air minum yang tumpah mengotori taplak meja makan. Sang kakek sangat bahagia dan si anakpun tidak lagi melanjutkan  membuat meja kayu.

Pembaca yang budiman,
Anak-anak adalah refleksi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga  mereka akan menyimak, pikiran mereka akan mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru ulung. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang tua dengan baik dan sopan, hal itu pula yang akan mereka lakukan saat dewasa kelak. Demikian pula sebaliknya. Orang tua yang bijak, akan selalu menyadari setiap “bangunan yang disusun” adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak kelak.

Semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr Wb
BB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar