Assalamu’alaikum
Wr Wb
Pembaca
yang dirahmati Allah Ta’ala,
Waktu
terus berjalan, tak terasa menghantarkan kita menjadi orang tua bagi anak-anak
kita. Di sisi lain, masih ada orang tua kita yang sudah renta. Kisah di bawah
ini menjadi inspirasi bagaimana kita memperlakukan orang tua kita yang sudah
renta serta bagaimana kita mendidik anak-anak kita yang masih belia, agar
mempunyai akhlak mulia yang sesuai dengan tuntunan agama kita.
Allah berfirman
:
“Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil.” (Q.S Al Israa’, 17:24)
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia”. (Q.S Al Israa’, 17:23)
Pembaca yang dicintai Allah
Ta’ala, mari kita simak baik-baik kisah di bawah ini.
Disalah satu kompleks perumahan
di kota X, hiduplah seorang kakek dengan anak, anak menantu dan cucu yang masih
berumur 7 tahun. Kakek tersebut sudah renta dengan tubuh terbungkuk dan kaki
yang ringkih. Tangannya rapuh, pengihatannya kabur dan dia sudah pikun.
Keluarga itu punya kebiasaan
makan bersama di meja makan. Tapi kakek pikun ini selalu membuat onar dan
kegaduhan saat acara makan bersama tiba. Tangannya yang gemetar dan mata yang
rabun sering menumpahkan makanan saat menyuap nasi ke dalam mulutnya. Tangannya
yang ringkih selalu menumpahkan minuman saat hendak menyorongkan gelas ke dalam
mulutnya. Hingga meja makan menjadi kotor dan basah oleh tumpahan air dan nasi
yang berceceran. Seketika anak dan menantunya marah dan mengeluarkan omelan
kepada sang kakek. Begitu selalu kejadian ini terulang setiap kali mereka
makan. Kalau sudah begini, sang kakek hanya diam membisu tanpa perlawanan. “
Kita harus lakukan sesuatu, aku sudah bosan dengan kelakuan kakek ini, ujar
sang suami pada suatu ketika.”
Lalu suami dan istri membuatkan
sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di samping itu dia juga membuat mangkok
dari batok kelapa untuk sang kakek. Di sana sang kakek akan duduk untuk makan sendirian
saat mereka menyantap makanan. Saat mereka asyik menyampap makanan, terdengar
suara isak tangis dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari
sudut mata sang kakek. Tidak ada protes darinya, hanya saat dia mau menyuap
makanan, nasinya selalu ditetesi air mata yang menetes dari pipinya. Teringat
dia akan omelan, bentakan dan kemarahan dari anak dan menantunya yang membuat
dia sedih. Cucunya yang berumur 7 tahun hanya terdiam memandang peristiwa itu.
Suatu malam, ayahnya mendapati
anaknya sedang memainkan mainan kayu di kamarnya. Dengan lembut sang ayah
menanyakan kepada anakna : “Nak, kamu sedang membuat apa?”. Sang anak menjawab dengan lugas:” Aku sedang
membuat meja kayu untuk ayah dan ibu untuk makan saat aku sudah besar
nanti.Nanti aku letakkan di sudut itu, dekat tempat kakek basa makan”. Anak itu
tersenyum sambil melanjutkan mainnya.
Bagai disambar petir di siang
bolong, jawaban anak itu membuat orang tuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka
tak mampu berkata apa-apa lagi, dan air matapun mengalir dari membasahi
pipinya. Tiada kata-kata yang terucap, tetapi kesadaranya timbul bahwa ada
ssuatu yang salah dan harus diperbaiki. Mereka lalu mengajak sang kakek untuk
makan dalam meja yang sama. Tidak ada
lagi kemarahan dan omelan saat sang kakek menjatuhkan makanan maupun air minum
yang tumpah mengotori taplak meja makan. Sang kakek sangat bahagia dan si anakpun
tidak lagi melanjutkan membuat meja
kayu.
Pembaca yang budiman,
Anak-anak adalah refleksi dari
kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan menyimak, pikiran mereka akan
mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru ulung. Jika mereka
melihat kita memperlakukan orang tua dengan baik dan sopan, hal itu pula yang
akan mereka lakukan saat dewasa kelak. Demikian pula sebaliknya. Orang tua yang
bijak, akan selalu menyadari setiap “bangunan yang disusun” adalah pondasi yang
kekal buat masa depan anak-anak kelak.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
BB

Tidak ada komentar:
Posting Komentar