Sejak
majelis ta’lim ini terbentuk thn 2011 dan kurang lebih 8 bulan bersentuhan
dengan anak yatim dan dhuafa, jujur kami katakan bahwa banyak sekali kejadian di
luar hitungan matematika manusia mengiringi perjalanan rohani kami dalam proses
belajar menjalankan firman firman Alloh. Kejadian itu bisa saja berupa
kemudahan atau pertolongan Alloh yang datang pada waktu dan tempat yang tepat.
Tapi, tidak sedikit pula diselingi ujian kepada kami sebagai pribadi maupun
jamaah An Nahl
Iedul
Fitri belum lama beranjak, tiba-tiba menyodorkan “test case” kepada kami. Ditengah
terik matahari, kami kedatangan seseorang yang belum dikenal identitasnya. Dia
bernama Dewi Afriyanti, beralamat di Kampung Sudimampir RT 04/01, Kelurahan
Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Dia menceritakan ikhwal
penderitaannya pasca melahirkan anak ke-3. Suaminya bernama Rendo Saputra
bekerja sebagai operator kemidi putar. Kelahiran anak pertama dan kedua berjalan normal, tapi saat
melahirkan anak ketiga bermasalah sehingga menghabiskan biaya 1, 3 juta. Jelas
dia tidak mampu membayar biaya persalinan sebesar itu. Dia lalu pinjam uang
kepada seorang rentenir. Tapi karena bunganya tinggi dia kehabisan stamina
untuk mencicil bulanan. Untuk itu dia mendatangi beberapa yasasan dan berharap
bisa mendapatkan bantuan. Tercatat Yayasan Dana Abadi Surga membantu sebesar
Rp. 300.000 dan Dompet Dhuafa Rp. 450.000. Uang yang terkumpul belum cukup, dia
usaha lagi pantang menyerah . Salah satunya, dari mahasiswa pasca sarjana UIN
Ciputat mengulurkan bantuan sebesar Rp.150.000. Tapi lagi-lagi masih kurang. Dewi
tertegun, terlintas dibenaknya muka rentenir yang marah besar jika hutang tidak
dilunasi.. Hari sudah terik, dilihatnya masjid UIN berdiri kokoh seolah melambaikan
tangannya mengajak Dewi sholat dhuhur. Usai sholat Dewi berdoa sambil
menumpahkan perasannya dan tak terasa air matanya meleleh. Pemandangan ini
menarik perhatian mahasiswa bernama Ridwan untuk menghampirinya. Pelan-pelan Ridwan
menanyakan apa yang tengah terjadi. Sejurus kemudian Ridwan memberikan no
telefon ketua dan bendahara Majelis Ta’lim An Nahl
Begitulah
cerita versi Dewi yang membuat kami semua terdiam. Sesaat keraguan menyergap
hati kami, itu adalah modus penipuan
berkedok kemiskinan, bisik syetan mencibir. Masya Alloh, kami menghela nafas
sambil break untuk menata hati, dan memulihkan akal sehat. Dewi dipersilakan menikmati sirop yang telah
disajikan. Secepat kilat dia menyambar gelas isi sirop dan....glek…glek…glek….habis!!!
Maaf ya pak…bu….saya haus. Pemandangan ini seolah-olah memberi petunjuk dan
gambar bahwa cerita ini real bukan rekayasa. Yaa….Alloh apa jadinya jika orang
seperti Dewi yang sedang cemas dan takut ancaman rentinir bertemu dengan misionaris ? Mungkin dia akan
menggadaikan agamanya karena putus asa tidak satupun saudara seiman yang mau
menolong. Atau kekalutan yang dialami mendorong dia mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
karena tidak kuat menanggung beban yang menghimpitnya. Mungkin Alloh sedang
melakukan “tender amal” secara terbatas dengan syarat yang spesifik. Saya
sangat yakin yayasan, lembaga ataupun majelis ta’lim sejenis jumlahnya ribuan
di negeri ini. Mengapa Dewi datang ke tempat kami dan bukan ke tempat lain ?
Mungkin ini memang scenario Alloh untuk men”challenge” kami. Well,…..keraguan
kami sirna, hari kami jawab tantanganMu yaa Alloh. Kami akan bayar semua dana
yang diperlukan Dewi agar dia menjadi orang yang merdeka. Pecahlah tangis Dewi
merasakan keharuan dan pertolongan Alloh yang sudah lama dia dambakan, lantas dipeluk
dan dicium ibu pendidikan An Nahl yang saat itu hadir. Tak henti-hentinya dia
menyebut nama Allhoh dan terus menerus bibirnya bersyukur atas karunia ini.
Seolah tak percaya dengan uang yang telah diterima, dia meminta ijin agar
kelebihan uang yang kami berikan bisa untuk membeli beras.
Inilah
sekilas pemandangan sekaligus pelajaran buat kita betapa saat seseorang mendambakan bantuan orang lain, seharusnya kita bijak menyikapi bahwa posisi dia adalah lemah dan harus dibantu. Janganlah berfikir
negative dengan tuduhan yang menyakitkan hati. Sekecil apapun bantuan kita itu
sangat berarti buat dia. Lalu kenyataan itu juga menjadi potret langka di jaman
sekarang dimana sulit sekali seseorang berkata jujur. Banyak
modus yang menjadi lazim untuk melancarkan penipuan dengan berkedok kemiskinan. Dan
pengalaman itu seolah menjadi cermin
untuk mengasah kepekaan, kepedulian dan keikhlasan kita dalam memberi bantuan
kepada orang lain. Cross check dan verifikasi itu penting
tetapi spirit untuk membantu kepada yang lemah harus di
atas segalanya. Jangan pernah ragu untuk memberi karena apa yang diberikan
tidak akan sia-sia. Sehingga jadilah kita menjadi perpanjangan tangan dari
sifat Alloh yang Rahmatan lil Alamin.
Ada
fakta menarik seputar kisah ini yaitu Dewi memerlukan bantuan uang senilai Rp.
230.000. Angka ini ada unsur kesamaan dengan jumlah anak asuh An Nahl yaitu 23
orang. Kemudian Dewi mendapat kontak person An Nahl dari mahasiswa bernama
Ridwan. Kita tahu bahwa Ridwan adalah nama malaikat penjaga surga. Adakah ini
memberi sinyal kepada kami bahwa jika kami consistent mengurus anak asuh maka
malaikat Ridwan akan membukakan pintu surga buat kami ? Subhanalloh…. Mudah-mudahan
yaa Alloh.
Demikianlah sekelumit kisah nyata ini semoga majelis ini tetap committed, consistent dan me-response setiap moment yang dihidangkan Alloh dengan
tindakan nyata.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar